Senin, 07 Agustus 2017

Miliaran Rupiah Dana Desa Mengendap

INFODES - Miliaran rupiah dana desa mengendap di rekening pemerintah daerah setiap tahun karena persoalan administrasi. Akibatnya, ribuan desa terlambat atau bahkan tidak menikmati dana desa hingga tahun anggaran berakhir.
Miliaran rupiah dana desa mengendap di rekening pemerintah daerah setiap tahun karena persoalan administrasi. Akibatnya, ribuan desa terlambat atau bahkan tidak menikmati dana desa hingga tahun anggaran berakhir.
DANA DESA untuk DESA MEMBANGUN
Dana desa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Alokasi ini ditujukan untuk pembangunan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo di Jakarta, Minggu (6/8), menyatakan, dana yang mengendap itu disebabkan kombinasi dua persyaratan administrasi yang belum terpenuhi.

Pertama, adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa belum atau terlambat ditetapkan. Kedua, adalah laporan penggunaan dana desa tahun sebelumnya atau tahap sebelumnya yang belum selesai disusun.

Penyaluran dari pemerintah pusat ke desa dilakukan dengan perantaraan pemerintah daerah. Kementerian Keuangan mentransfer dana desa dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD). Dari RKUD, dana tersebut ke rekening kas desa.


Dana desa yang masih mengendap di RKUD mencapai Rp 203,7 miliar per 31 Desember 2015 atau sekitar 1 persen dari total dana desa 2015 senilai Rp 20,7 triliun. Hingga 31 Desember 2016, dana desa tahun 2015 yang masih mengendap di RKUD mencapai Rp 93,6 miliar untuk 1.270 desa di 45 daerah.

Dana desa 2016 yang mengendap di RKUD mencapai Rp 240,5 miliar. Sampai akhir Juli lalu, dana desa 2016 yang mengendap di RKUD masih Rp 109,3 miliar untuk 546 desa di 90 daerah. "Ini berimplikasi pada penyaluran dana desa tahap I tahun 2017," kata Boediarso.

Implikasi itu meliputi dua hal. Pertama, sisa dana desa yang mengendap di rekening pemerintah daerah diperhitungkan sebagai pengurang dalam penyaluran dana desa tahap I-2017. Kedua, mengingat batas waktu penyaluran dana desa tahap I-2017 sudah lewat, yakni 31 Juli 2017, besarnya dana desa yang diperhitungkan sebagai pengurang tersebut tidak disalurkan dari RKUN ke RKUD dan menjadi sisa anggaran di RKUN.

Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, berpendapat, aparatur dan masyarakat desa belum sepenuhnya paham perundang-undangan itu karena sosialisasi belum tuntas.

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum memberikan pemahaman yang memadai kepada aparatur dan masyarakat desa. Namun, desa telah dicecar sejumlah kewajiban dan persyaratan administrasi yang tak mudah," kata Palupi.


Kualitas pendamping

Anggota Satuan Tugas Dana Desa, Arie Sudjito, dalam konferensi pers, Minggu, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan, salah satu masalah yang muncul dalam penyaluran dana desa adalah pendampingan terhadap perangkat desa oleh pemerintah yang belum maksimal.

"Dari hasil evaluasi memang ada pendamping yang bisa membantu dengan baik. Namun, banyak juga pendamping yang tidak memenuhi kualifikasi sehingga kepala desa mengeluh persoalan yang mereka hadapi tidak segera terpecahkan," katanya.

Peneliti Senior Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Bambang Hudayana menjelaskan, pengelolaan dana desa idealnya terlepas dari kontrol pemerintah daerah supaya desa bisa mandiri dalam mengelola keuangan.

"Masyarakat desa yang mandiri itu mampu menghadapi elite desa dan daerah yang akan selalu berusaha kongkalikong dan meninabobokan masyarakatnya," kata Bambang.


Direktur Eksekutif Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta Sunaji Zamroni mengatakan, upaya pemerintah untuk memperkuat pemahaman dan kapasitas perangkat desa belum berjalan optimal. Kondisi itu mengakibatkan masih banyak perangkat desa yang belum memahami mekanisme pengelolaan dana desa secara baik.

Kepala Biro Administrasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Anom Surahno mengatakan, salah satu upaya meningkatkan kapasitas perangkat desa adalah pendidikan dan pelatihan penyusunan pelaporan dan penggunaan anggaran desa. Pelatihan itu diikuti pengurus 7.724 desa di Jawa Timur.

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Nata Irawan mengatakan, pemerintah tak bisa menghilangkan peran kepala daerah dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah desa. Aparatur daerah diandalkan untuk mengawasi pemanfaatan dana desa.

"Pemerintah masih mengandalkan aparatur daerah untuk mengawasi penggunaan dana desa. Namun, kami mengakui bahwa fungsi inspektorat di daerah masih kurang optimal," kata Nata. 

Sumber: https://kompas.id/baca/utama/2017/08/07/miliaran-rupiah-dana-desa-mengendap/

Donwload Pedoman Teknik Pendirian BUMDes Bersama

INFODES - Usaha skala lokal Desa yang dijalankan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) mulai tumbuh pasca UU No. 6/2014 Desa dijalankan. Selain BUM Desa yang tumbuh pada skala lokal desa, UU Desa juga memberikan ruang dan kesempatan kepada dua Desa atau lebih dalam menjalin kerjasama, termasuk membangun BUM Desa Bersama.
Panduan umum tata cara pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran BUM Desa Bersama
Jumlah Pesebaran BUM Desa di Indonesia
Pengembangan BUM Desa Bersama itu juga menjadi kebijakan strategis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Melanjutkan kebijakan ini, selama tahun 2016, Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) telah memfasilitasi pendirian BUM Desa Bersama di sejumlah kabupaten. Prakarsa awal ini membangkitkan minat banyak daerah dan Desa untuk mendirikan BUM Desa Bersama secara mandiri, dan pada saat yang sama ada usulan dari banyak daerah kepada Ditjen PKP untuk memfasilitasi lebih lanjut.

(Baca: Pedoman Penyusunan AD ART BUMDes)

Pendirian BUM Desa Bersama sebagai basis pengembangan ekonomi Desa di kawasan perdesaan (dua desa atau lebih) sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala. Kendala itu antara lain ketidakpahaman para pihak akan BUM Desa Bersama, mulai dari regulasi hingga pemilihan unit usaha, pembentukan kepengurusan, kelembagaan, pengelolaan, keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholders), hingga dukungan Desa dan pemerintah Supra Desa.

Sebagai contoh selalu muncul pertanyaan:
  • Apakah pendirian BUM Desa Bersama bisa dilakukan tanpa desa memiliki BUM Desa?;
  • Apakah BUM Desa Bersama bisa didirikan di lokasi yang bukan kawasan perdesaan?;
  • Mengapa BUM Desa Bersama didirikan, apakah BUM Desa tidak cukup?;
  • Bagaimana hubungan antara BUM Desa dengan BUM Desa Bersama;
  • Bagaimana hubungan BUM Desa Bersama dengan Badan Kerjasama Antar Desa?; dan lain-lain.
Muda-mudahan dengan adanya panduan umum tata cara pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran BUM Desa Bersama menjadi pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Desa, serta masyarakat dalam pelembagaan BUM Desa Bersama sesuai dengan kewenangannya masing-masing. 


Semoga panduan ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam rangka melaksanakan visi membangun Desa.(*)

Pedoman Penyusunan AD ART BUMDes

INFODES - Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) terus didorong untuk bangkit dalam usaha meningkatkan perekonomian dan potensi berbasis desa. Sebagai lembaga berbasis desa, BUMDes bisa menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat jika dikelola dengan baik.

BUMDes adalah lembaga usaha desa yang dibentuk secara kolektif oleh pemerintahan desa bersama masyarakat, maka seyogianya setiap unit usaha dan aktifitas yang dijalankan oleh BUMDes memberikan manfaat bagi warganya.  




Pengertian Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dalam Organisasi BUMDes.

Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) RT merupakan dua hal yang saling terkait, namun tidak sama. Anggaran Dasar (AD) adalah susunan aturan yang membahas hal-hal pokok tentang organisasi. 

Anggaran Rumah Tangga mempunyai fungsi sebagai pelengkap atau mengatur hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar. Selain itu, ART juga memberikan penjelasan yang lebih terperinci dan lengkap tentang hal-hal pokok yang telah diatur dalam anggaran dasar. 

Oleh karena itu, AD/ART memiliki arti yang sangat penting dalam memperkuat organisasi. AD/ART menjadi acuan bagi pengurus/pengelola organisasi BUMDes maupun dalam menjalankan tugas-tugas dan kewenangan yang diberikan.

Pedoman menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa (AD/ART BUMDes).

Dalam membuat dan menulis Anggaran Dasar (AD) BUMDes paling sedikit harus memuat: 

"Nama, tempat kedudukan, jangka waktu berdirinya BUM Desa, landasan, asas dan prinsip, maksud dan tujuan, fungsi dan peran BUMDes, modal dan jenis usaha/kegiatan usaha, tugas, wewenang dan larangan pengurus, struktur organisasi pengelola BUMDes, serta tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan hasil usaha."

(Baca: Seperti Apa Seharusnya Struktur BUMDesa?)


Dalam membuat dan menulis Anggaran Rumah Tangga (ART) BUMDes paling sedikit harus memuat: 

"Hak dan kewajiban pengelola, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber modal.

Untuk memberikan referensi yang kuat dalam menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDes. Dapat berlajar pada contoh AD/ART BUM Desa yang sudah berasil.


Menurut data jumlah BUMDes di Indonesia sudah mencapai 18.446 unit yang tersebar di enam pulau. Dengan persebaran di Pulau Sumatera 8.635 unit, pulau Kalimatan 992 unit, pulau Jawa 6095, pulau Sulawesi 1915 unit, Maluku dan Papua 235 unit, Bali dan Nusa Tengara 574 unit.[]

Minggu, 06 Agustus 2017

Mendes PDTT: Jangan Main-Main dengan Dana Desa

INFODES - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengingatkan pemangku desa agar tidak main-main dalam mengelola dana desa. Ia juga menyayangkan adanya indikasi keterlibatan unsur pemerintah daerah dalam korupsi dana desa di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
Foto: Kemendesa, PDTT
"Saya sangat menyesalkan kejadian ini. Kalau korupsi ya harus ditindak tegas. Agar ada efek jera bagi yang lainnya," ujar Menteri Eko di Jakarta, Minggu (6/8).

Ia menegaskan, tindakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merusak tatanan berbangsa dan bernegara. Sebab dengan korupsi negara menjadi rusak dan masyarakat menjadi korban. "Makanya korupsi harus kita perangi secara bersama-sama,” tegasnya.

Untuk itu Menteri Eko meminta kepada masyarakat untuk tidak takut melaporkan setiap adanya indikasi penyelewengan dana desa. Keluhan dan laporan dapat disampaikan kepada Satgas dana desa melalui Call Center 1500040.

“Pemerintah pasti akan menindak lanjuti setiap laporan tersebut. Pengawasan dana desa akan lebih efektif dengan bantuan pengawasan dari semua unsur masyarakat," ujarnya.

Ia mencontohkan, terungkapnya indikasi penyelewengan dana desa di Kabupaten Pamekasan, berawal dari laporan pendamping desa terhadap penegak hukum. Menurutnya, penyelewengan dana desa akan dengan mudah diketahui, karena tidak hanya diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat serta media massa.

"Saya mengapresiasi KPK dan penegak hukum lainnya yang menangani kasus ini dengan cepat. Sehingga tidak terjadi pembiaran, dan bisa menjadi pelajaran bagi pemangku desa lainnya agar tidak main-main dalam mengelola dana desa," ujarnya.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Satgas Dana Desa, Bibit Samad Rianto juga mengapresiasi tindakan KPK yang melakukan OTT di Kabupaten Pamekasan. Menurutnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi akan menindak tegas jika terjadi penyelewengan penggunaan dana desa.

“Kalau ada pelanggaran pidana kita serahkan ke polisi. Jangan seperti Pamekasan, dilaporkan tapi ditilep, tidak diproses,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Bibit sendiri mengakui adanya potensi dan kekhawatiran terjadinya penyelewengan dana desa, baik oleh pemerintah daerah maupun aparat desa. Untuk itu Satgas dana desa akan membuat sebuah sistem dan aturan yang tidak memungkinkan terjadinya sebuah pelanggaran. Selain itu, Satgas dana desa juga akan menggerakkan masyarakat untuk turut mengawasi serta mendorong aparat desa agar transparan.

“Ada Kades (Kepala Desa) yang sudah buat baliho terima dana sekian-sekian. Nah dana itu kan dicek masyarakatnya toh, nah ini kita himpun. Melanggar pidana nggak tanggung-tanggung, kita tindak,” tegasnya.

Dalam waktu dekat ia menargetkan 4 hal. Pertama, adanya sinkronisasi kebijakan dan aturan antar lembaga dan kementerian terkait desa. Kedua, terbantunya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tetinggal dan Transmigrasi dalam membuat kebijakan, peraturan dan pengawasan dana desa. Ketiga, tereliminasinya perbuatan-perbuatan melanggar serta meningkatkan kemampuan pendamping desa.

Di sisi lain, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam surat himbuan KPK terkait pengelolaan keuangan Desa/Dana Desa nomor B.7508/01-16/08/2016 mengatakan pengelolaan keuangan desa termasuk dana desa merupakan bagian dari upaya membangun kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu KPK memandang penting pengelolaanya harus dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggung jawabkan. Berkenan dengan hal tersebut, pertama, KPK meminta seluruh aparatur pemerintah Desa mematuhi seluruh peraturan pengelolaan keuangan Desa khususnya dalam pengunaan dana desa.

Kedua, meminta para aparatur Desa harus memahami dengan baik dan mengunakan aplikasi keuangan desa (Siskudes) yang di kembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPK) bekerjasama dengan Mendagri untuk pengelolan keuangan Desa.

Ketiga, meminta Desa membuka ruang partisipasi aktif masyarakat dengan mengintruksikan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan atas pemanfaatan keuangan desa termasuk dana desa.

Keempat, KPK bersama dengan kementrian Desa PDT dan Transmigrasi dan Kementrian Dalam Negeri melakukan pemantuan dan pengawasan terhadap pelaksanan penggunaan Keuangan Desa khususnya Dana Desa.

Kelima, dalam surat himbaunya KPK mendorong partisipasi masyarakat agar melakukan pemgawasan dan melaporkan imformasi serta keluhan yang dianggap terkait penggunaan keuangan Desa khususnya Dana Desa Kepada satgas Desa, Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi dengan menghubungi:Telepon 1500040, SMS 081288990040/087788990040 dan Website http://satgas.kemendesa.go.id/.

Keenam, memperbanyak surat himbauan ini dan menempelkannya di tempat-tempat strategis misalnya di kantor Desa atau di tempat-tempat lain yang mudah dibaca masyarakat.

Surat yang langsung ditandatangani oleh Ketua KPK Agus Rahardjo tersebut dimaksudkan untuk menjadi perhatian bagi unsur yang berkepentingan dengan dana desa termasuk kepala Desa, agar bisa menjalankan amanah pengelolaan keuangan termasuk dana desa secara baik dan benar.(*)

Sabtu, 05 Agustus 2017

Kemendagri Susun Regulasi Peran Camat untuk Awasi Pembangunan Desa

INFODES - Pemerintah saat ini tengah menyusun regulasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur peran camat dalam pembinaan dan pengawasan program pembangunan desa.
Kemendagri Susun Regulasi Peran Camat untuk Awasi Pembangunan Desa
Ilustrasi: Blogger Desa
Pengawasan itu termasuk mengawasi dana desa.(Baca: Tugas Camat Dalam Implementasi UU Desa 2014).

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nata Irawan mengatakan, draf PP tersebut kini dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

"Ketika PP itu lahir, soal peran dan fungsi kecamatan, saya kira terkait dengan persoalan desa juga terselenggara pemerintahan yang baik," kata Nata, di Jakarta, Kamis (3/8/2017).

Nata mengatakan, jika peran camat bisa diberdayakan untuk pembinaan dan pengawasan program pembangunan desa, ke depan tidak akan lagi ada tumpang tindih kewenangan.

Camat akan berperan sebagai koordinator untuk program pembangunan di desa.


"Di undang-undang juga diamanatkan bahwa camat punya peran untuk melakukan pembinaan dan pengawasan," ujar Nata.(Sumber: Kompas)

Cegah Penyelewengan Dana Desa, Apdesi Minta Pemerintah Gelar Diklat Kades

INFODES - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Dr. Sindawa Tarang mengidentifikasi ada sejumlah faktor pemicu yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengelolaan dana desa yang berujung pada persoalan hukum seperti yang terjadi di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.


“Sebab itu, para kepala desa sebelum menjabat perlu dibekali ‘ilmu’ melalui semacam pendidikan dan pelatihan (diklat) agar bisa mencegah penyelewengan dana desa,” ungkap Bung ST, panggilan akrab Sindawa Tarang kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (5/8).

Sejumlah faktor tersebut, menurut ST, pertama, banyaknya regulasi dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten yang sering berubah-ubah sehingga menimbulkan ketidakpahaman di tingkat desa.

“Kedua, banyaknya intervensi kepentingan di tingkat kabupaten, terbukti dalam kasus di Pamekasan, bukan hanya kepala desa yang ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, red), melainkan juga bupatinya,” jelasnya.

“Seharusnya pengelolaan dana desa diserahkan sepenuhnya kepada desa karena terkait dengan prioritas yang dibutuhkan masing- masing desa, tinggal pengawasannya yang perlu diperketat,” lanjut ST yang juga mantan kepala desa di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Ketiga, kurangnya pemerintah kabupaten memberikan bimbingan teknis (bimtek) tentang administrasi dan pengelolaan dana desa kepada para aparatur desa, termasuk kepala desa.

“Sebab itu, kami mendorong pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten agar memberikan semacam diklat terutama kepada kepala desa yang baru terpilih sebelum mereka dilantik. Diklat ini semacam tahapan prajabatan bagi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil, red) sebelum diangkat menjadi PNS,” jelas pria bergelar doktor hukum ini.

ST mengakui, penyelewengan dana desa atau korupsi pada umumnya dipicu oleh faktor niat dan kesempatan. Ada niat tapi tak ada kesempatan, tak jadi korupsi. Ada kesempatan tapi tak ada niat, juga tak jadi korupsi.

“Niat kaitannya dengan integritas, dan integritas ini bisa ditanamkan melalui diklat tadi. Niat ini bisa sangat kuat, mengingat dana desa yang dialokasikan kepada setiap desa sangat besar, hampir Rp 1 miliar per desa. Adapun kesempatan bisa dieliminasi melalui kejelasan aturan dan ketatnya pengawasan,” paparnya sambil mengaku menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang hendak memperketat pengawasan dana desa.

“Jangan lupa, selain niat dan kesempatan, ada faktor lain yang menyebabkan korupsi, yakni ketidaktahuan terhadap aturan. Kesalahan administrasi saja bisa diperkarakan menjadi korupsi yang berujung pada proses hukum. Di sinilah pentingnya diklat tadi,” tandas ST.

Seperti diberitakan, setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, KPK menetapkan Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan Sucipto Utomo, Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin dan Kepala Desa Dasuk Agus Mulyadi sebagai tersangka korupsi dana desa, Rabu (2/8/2017).

Dalam kasus ini, para pejabat di Pemkab Pamekasan diduga menyuap Kajari Pamekasan sebesar Rp 250 juta.

Suap tersebut diduga untuk menghentikan penyelidikan dan penyidikan perkara tindak pidana korupsi proyek infrastruktur. Proyek senilai Rp 100 juta tersebut menggunakan dana desa.

Sucipto, Agus Mulyadi, Noer dan Achmad Syafii yang diduga sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctoPasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Rudi Indra Prasetya yang diduga penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.(Sumber: JPPN)

Kumpulan Peraturan Kemendesa PDTT

  • Permendesa Nomor 01 Tahun 2015 tentang Kewenangan dan Hak Asal Usul Desa
  • Permendesa Nomor 02 Tahun 2015 tentang Tata Tertib Musyawarah Desa
  • Permendesa Nomor 03 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa
  • Permendesa Nomor 04 Tahun 2015 tentang BUMDes
  • Permendesa Nomor 05 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa
  • Permendesa Nomor 06 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi
  • Permendesa Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Dana Desa Tahun 2016
  • Permendesa Nomor 02 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun
  • Permendesa Nomor 05 Tahun 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan
  • Permendesa Nomor 08 Tahun 2016 tentang Perubahan Permendesa Nomor 21 Tahun 2015
  • Permendesa Nomor 09 Tahun 2016 tentang Pelatihan Masyarakat
  • Permendesa Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Data dan Informasi Desa
  • Permendesa Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017
  • Permendesa Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017
Kumpulan Peraturan Kemendesa PDTT Donwload disini.

Jumat, 04 Agustus 2017

KPK Segera Panggil Mendagri dan Mendes PDTT Soal Dana Desa

INFODES - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memanggil Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo dan Menteri Desa (Mendes) Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo guna membicarakan pengelolaan dan pengawasan dana desa.
Kawal Dana Desa/ Ilustrasi 
KPK menyoroti buruknya pengelolaan dana desa dalam kurun waktu dua tahun.

Ditambah lagi baik KPK maupun Kementerian Desa dibanjiri laporan soal dana desa.

Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan sedikitnya KPK menemukan 300 laporan soal buruknya pengelolaan dana desa.

Dalam rapat Bulan Maret lalu, Kemendes juga menyampaikan menerima sedikitnya 600 laporan soal buruknya pengolaan dana desa.

"Jadi kita harus cepat-cepat bahas ini, kami bertanggung jawab juga. Nanti akan kami panggil Kemendes dan Kemendagri untuk rapat lagi," ucap Pahala, Jumat (4/8/2017).

Pahala menjelaskan saat ini pengelolaan dana desa ‎masih tumpang tindih antar Kementeriaan.

Sehingga, lembaga pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa saling lempar-tanggungjawab

"Kami pikir ini struktural sekali problemnya, terus terang di KPK juga sebenernya mempertanyakan ini siapa sih di negara ini yang bertanggung jawab terkait dana desa," katanya.

Untuk itu, ‎KPK meminta pemerintah kembali mengkaji ulang pengawasan terhadap pengelolaan dana desa yang saat ini bermasalah.‎

Diketahui baru-baru ini KPK menangkap Kajari, Bupati, Inspektur Inspektorat, hingga Kepala Desa di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Pejabat daerah tersebut diduga kompak untuk mengamankan serta menghentikan perkara penyimpangan dana desa yang sedang dalam proses penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan.

Untuk menghentikan perkara tersebut, Kajari dan sejumlah Pejabat Pemkab Pamekasan membuat kesepakatan dengan membayar uang suap Rp 250 juta.(Sumber: Tribunnews)

Rabu, 02 Agustus 2017

Bupati dan Kajari Pamekasan jadi Tersangka Suap Kasus Dana Desa

INFODES - Penyidik KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait operasi tangkap tangan yang dilakukan di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Rabu (2/8).
Korupsi dan Penyelewengan Dana Desa/Ilustrasi
Mereka adalah Bupati Pamekasan Achmad Syafii; Inspektur Inspektorat Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo; Kepala Desa Dasok Agus Mulyadi; Kepala Bagian Administrasi pada Inspektorat Noer Solehhoddin; serta Kajari Pamekasan Rudi Indra Prasetya.

"Setelah melakukan pemeriksaan awal, disimpulkan terjadi tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji. KPK meningkatkan status penanganan perkara pada penyidikan sejalan dengan penetapan 5 orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, di kantornya.

Kelimanya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi berupa suap penanganan perkara di Kejari Pamekasan. Achmad Syafii, Sutjipto Utomo, Agus Mulyadi, dan Noer diduga sebagai pihak pemberi suap dalam kasus ini.

Mereka dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Rudi diduga sebagai pihak penerima suap dalam kasus ini. Ia dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 b atau pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Laode mengungkapkan kasus ini berawal dari laporan sebuah LSM kepada Kejari Pamekasan. LSM tersebut melaporkan Agus Mulyadi selaku Kades Dasok terkait dugaan penyelewengan suatu proyek bernilai Rp 100 juta yang berasal dari dana desa. Kejari Pamekasan kemudian mengusut laporan tersebut.

Namun kemudian ada komunikasi baik ke pihak Pemkab maupun Kejari Pamekasan untuk mengamankan laporan tersebut. "Disepakati dana Rp 250 juta untuk Kajari," kata Syarif.

Uang tersebut kemudian diserahkan dari Agus dan Noer melalui Sutjipto kepada Rudi di rumah dinas Rudi pada Selasa pagi (2/8). Namun usai penyerahan, keempatnya langsung ditangkap petugas KPK.

"Dari lokasi tim menemukan uang dengan pecahan 100 ribu yg dibungkus dengan kantong plastik warna hitam," kata Syarif.(Kumparan) 

Penyerapan Anggaran Lambat, Pemda Terancam Diberi Sanksi

INFODES - Kementerian Keuangan melakukan beberapa langkah untuk mempercepat penyerapan anggaran di daerah. Apabila ada Pemda yang terlambat melakukan penyerapan anggaran, maka mereka terancam terkena sanksi.
Uang Indonesia/Ilustrasi
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan, pemerintah mendorong Pemda menetapkan dan menyampaikan Perda APBD-nya secara tepat waktu. Sesuai ketentuan PP No.56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan PMK No.04/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah, Pemda yang terlambat menyampaikan Perda APBD dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU.

''Selain itu, mendorong Pemda mempercepat dan melaksanakan anggaran secara optimal dan tepat waktu,'' ucap Boediarso, saat dihubungi, Rabu (2/8).

Pelaksanan anggaran yang cepat dan optimal itu dilakukan melalui penyaluran transfer ke daerah dapat dilakukan dalam bentuk non tunai atau penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) bagi daerah-daerah yang mempunyai posisi kas tidak wajar.

Menurut dia, penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, terutama DAK Fisik dan dana desa berdasarkan kinerja penyerapan dana dan pelaksanaan kegiatan, sebagaimana diatur dalam PMK No.50/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

''Apabila Pemda terlambat menyampaikan Perda APBD, dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU sebesar 25 persen dari besarnya penyaluran DAU per bulan,'' ucap Boediarso.

Ia menambahkan, apabila Pemda mempunyai posisi kas yang tidak wajar, termasuk dana yang disimpan di Perbankan, yang jumlahnya melebihi dari estimasi kebutuhan belanja operasional dan belanja modal untuk 3 bulan kedepan, maka penyaluran DBH dan/atau DAU akan di konversi dalam bentuk nontunai (SBN).

Selain itu, jika daerah belum dapat merealisasikan penyerapan DAK Fisik dan capaian output pada triwulan sebelumnya, maka penyaluran DAK Fisik pada periode/triwulan berikutnya tidak dapat dilakukan.

Sebelumnya, anggaran yang disimpan di bank oleh Pemerintah daerah hingga saat ini mencapai Rp 222,6 triliun.(Sumber: Republika)

Selasa, 01 Agustus 2017

Kemendes dan BPS Kembangkan Aplikasi SIGPODES

INFODES - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Badan Pusat Stasistik (BPS) akan mengembangkan Sistem Informasi Geografis Potensi Desa (Sigpodes).
Rapat Koordinasi Pemantapan Data Perdesaan di Kantor BPS/Foto: Kemendes
Aplikasi SIGPODES bisa diakses di seluruh Indonesia, dimana saja dengan akses internet baik menggunakan handphone atau laptop. "Untuk saat ini sistem SIGPODES masih diisi dengan data BPS seperti data sensus pertanian dan hasil survei potensi desa."

Menurut informasi, melalui sistem SIGPODES akan kelihatan seperti apa kondisi disebuah desa, apakah disebuah desa sudah ada Puskesmas apa belum, dokternya ada apa tidak, lalu pendidikan bisa dilihat desa mana yang sekolahnya masih belum dibangun dan di situ ketahuan semua sehingga pemerintah mempermudah dalam merencanakan. 

Badan Pusat StasistIk Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan BPS yang pertama kalinya meluncurkan aplikasi SIGPODES.(dbs/*)

Berebut Proyek Dana Desa, Sekretaris Desa Bacok Bawahannya

INFODES - Berebut proyek Anggaran Dana Desa (ADD), seorang aparat desa di kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara dibacok menggunakan mandau atau senjata parang khas Suku Dayak.
Seorang sekdes membacok bawahannya dalam perebutan proyek desa
Foto: Ilustrasi 
Pembacokan dilakukan Sekretaris Desa Sedalit, Kecamatan Lumbis, Ogong Nangkilau (37). Ia tega menganiaya Sikul (52) yang merupakan bawahannya karena rebutan proyek fisik Balai Pertemuan Umum (BPU) yang dianggarkan dari ADD.

"Korban ditimpas (dibacok) dengan mandau di beberapa bagian tubuhnya," ujar Kapolres Nunukan AKBP Jepri Yuniardi melalui Kasubag Humas Iptu M Karyadi, Selasa (1/8/2017).


Saat ini, sambung Karyadi, pelaku diamankan di Polsek Lumbis untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Penyidikan sementara, penganiayaan dilatarbelakangi rebutan proyek pembangunan Gedung BPU Anggaran dana desa yang dikerjakan pelaku.

Awalnya, korban mendatangi pelaku untuk menyerang. Namun pelaku justru balik menyerang korban dengan menggunakan mandau.

"Korban yang mendatangi pelaku dengan maksud menyerang pelaku di rumahnya. Tetapi pelaku justru mengejar korban menggunakan mandau," tutupnya.(Sumber: Kompas)